Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat
Masjid Cut Meutia
adalah salah satu masjid yang terletak di Jalan Cut Meutia Nomor 1, Jakarta
Pusat, DKI Jakarta, Indonesia. Bangunan masjid ini merupakan salah satu
peninggalan sejarah dari zaman penjajahan kolonial Belanda. Masjid ini memiliki
keunikan tersendiri dan kemungkinan tidak terdapat di masjid-masjid lainnya.
Salah satu keunikannya, mihrab dari masjid ini diletakkan di samping kiri dari
saf salat (tidak di tengah seperti lazimnya). Selain itu posisi safnya juga
terletak miring terhadap bangunan masjidnya sendiri karena bangunan masjid
tidak tepat mengarah kiblat. Masjid ini terletak di kelurahan Gondanria,
Kecamatan, Jakarta Pusat. Masjid ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya
di daerah kawasan menteng.
Masjid ini dulunya
adalah bangunan kantor biro arsitek (sekaligus pengembang), N.V. (Naamloze
vennootschap, atau Perseroan terbatas) Bouwploeg, Pieter Adriaan Jacobus Moojen
(1879 – 1955) yang membangun wilayah Gondangdia di Menteng.
Sebelum difungsikan
sebagai mesjid sebagaimana sekarang, bangunan ini pernah digunakan sebagai
kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut
Jepang (1942 – 1945). Setelah Indonesia merdeka, ia pernah dipergunakan sebagai
kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama (1964 – 1970). Dan baru
pada zaman pemerintahan Gubernur Ali Sadikin diresmikan sebagai masjid tingkat
provinsi dengan surat keputusan nomor SK 5184/1987 tanggal 18 Agustus 1987. Awalnya
masjid ini bernama Yayasan Masjid Al-Jihad yang didirikan oleh eksponen ’66
seperti Akbar Tanjung dan Fahmi Idris. Pada kurun waktu orde lama, gedung ini
juga pernah dijadikan gedung sekretariat MPRS.
Bangunan masjid ini
tidak seperti disain masjid pada umumnya karena memang saat pertama dibangun
fungsi bangunan ini yaitu untuk kantor pada masa pemerintahan Belanda sehingga
tidak ada bentuk kubah dan tidak adanya kaligrafi juga motif-motif islam pada
masjid ini. Memiliki gaya disain arsitektur klasik khas Belanda yang tidak
terlalu menonjolkan ukiran-ukiran klasik yunani dapat dilihat dari tembok
bangunannya yang tidak begitu ramai.
Bangunan ini sampai
sekarang terlihat sama dari gaya arsitekturnya yang dipertahankan hanya
terdapat beberapa tambahan karena fungsinya yang telah berubah dan bangunan
dilakukan pengecatan ulang setiap beberapa tahun sekali.
Terdapat penambahan
kanopi pada balkon dilantai atas untuk mencegah panas matahari dan tampias
hujan. Penambahan material batu kali yang dicat hitam pada dinding bagian bawah
bangunan untuk memunculkan kesan kokoh pada bangunan. Penggunaan kaca patri
pada jendela yang sangat mmencirikan bangunan klasik di masanya juga terdapat
penambahan coakan kayu pada bingkai jendela yang mencirikan bangunan islam.



Sumber :
Komentar
Posting Komentar